A. PENDAHULUAN
Di Kalimantan Selatan ikan gabus dikenal dengan Ikan Haruan. Untuk memberikan manfaat tambahan dan meningkatkan jenis produk olahan ikan yang ditangani sehingga cenderung dikonsumsi oleh semua kalangan, baik orang dewasa hingga anak-anak, penanganan pada ikan haruan dilakukan sebagai kerupuk ikan. Kerupuk ikan adalah salah satu jenis kudapan yang banyak disukai oleh orang-orang pada umumnya. Kerupuk ikan memiliki rasa yang enak dan gurih sehingga cukup disukai oleh masyarakat pada umumnya. Selain bisa disantap sebagai makanan ringan seperti camilan, kerupuk ikan juga bisa dimakan sebagai lauk dengan nasi dan juga bisa menambah nilai tambah dan menambah variasi menu sehingga bisa menyaingi berbagai produk yang ada. Selain itu, cara pembuatan kerupuk ikan yang paling umum juga sangat mudah, sehingga cenderung dijadikan sebagai usaha sampingan untuk keluarga.
Kerupuk ikan haruan pada umumnya adalah kudapan yang dibuat dengan mencampurkan bahan dari adonan tapioka dengan bumbu seperti ikan haruan. Kerupuk dibuat dengan cara dikukus sampai matang, dipotong-potong, dijemur di bawah sinar matahari, dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk ikan ini memiliki tekstur yang renyah dan sering digunakan sebagai bahan tambahan dalam berbagai masakan.
Tuntutan dari keinginan konsumen akan standar yang berkualitas dan keamanan pangan dari produk olahan ikan khususnya produk kerupuk ikan haruan terus meningkat yang juga sejalan dengan meningkatnya kesadaran dan kepedulian terhadap kandungan gizi dan perlindungan pangan, selain itu juga penting pemanfaatkan GMP (Good Manufacturing Practice) dan persyaratan besar dari makanan yang dapat meningkatkan ketahanan dan memasarkan produk makanan yang di produksi.
UU No. 18 tahun 2012 tentang pangan memberikan jaminan kepada masyarakat umum untuk mendapatkan produk olahan ikan yang bermutu higienis yang tidak merugikan bagi konsumen. Isu yang paling memprihatinkan di tingkat UKM kecil dan sedang secara keseluruhan adalah tidak adanya aset, keadaan kurang pertimbangan mengenai sarana dan prasarana kerja, desain ruang yang tidak dapat diterima dengan pengaturan proses produksi, Fasilitas kerja yang tidak memadai, Kondisi Higienes pekerja, Kualitas dan keamanan dari bahan baku produk yang diolah, Kondisi kebersihan lingkungan di sekitar UKM sehingga memenuhi pedoman kualitas produk olahan kerupuk ikan haruan yang baik secara stabil. Prinsip kebersihan yang dimiliki masih belum terpenuhi sebagai prinsip dasar dari penggunaan Good Manufacturing Practice (GMP).
Tujuan ini penting dilakukan untuk memberikan informasi kepada pelaku utama/usaha perikanan dalam linkup kelompok pengolahan pemasar (Poklahsar) menjamin produk olahan kerupuk ikan haruan yang dibuat memenuhi syarat dari standar makanan yang sehat, berkualitas, dan baik untuk dikonsumsi oleh konsumen. Kendala UKM untuk memenuhi kebutuhan kualitas olahan pangan perikanan yang baik dan memberi langkah tindak lanjut untuk dilakukan.
B. GMP/ CPPOB PRODUK OLAHAN PERIKANAN
Aturan cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP)/CPPOB merupakan strategi penciptaan yang berfokus pada sudut pandang sanitasi, antara lain dengan:
a. Mencegah pencemaran makanan diakibatkan oleh cemaran organik, senyawa dan zat asing lainnya.
b. Memberantas atau mencegah keberadaan mikroorganisme patogen.
c. Mengontrol proses pembuatan CPPOB merupakan prasyarat penting untuk pelaksanaan HACCP.
GMP merupakan kerangka kerja yang memuat kebutuhan minimal yang harus dipenuhi oleh industri pangan Rumah tangga dan pelaku usaha, terkait dengan persyaratan sanitasi, kualitas, dan halal. Selain itu, pemanfaatan GMP akan meningkatkan pemenuhan pelanggan dan legalitas bisnis/organisasi, terutama untuk memperoleh otentikasi P-IRT, lisensi halal dan hibah diseminasi MD/item.
Prosedur Operasional Standar Sanitasi secara garis besar terdiri dari 8 panduan yang mendasar yang harus dipikirkan dan harus dijalankan (usaha) bagi pelaku usaha perikanan yang meliputi:
1. Jaminan air sehat (Air bersih).
2. Bersihkan permukaan yang bersentuhan langsung dengan makanan.
3. Menghindari pencemaran silang (kontaminasi).
4. Kebersihan para pekerja.
5. Penghindaran/keamanan dari adulterasi.
6. Penamaan dan penimbunan yang tepat.
7. Pengendalian dan pemeliharaan Kesehatan para pekerja.
8. Pemberatas hama.
Good Manufacturing Practices mencakup 18 perspektif yang telah diselesaikan berdasarkan peraturan Menteri Perindustrian nomor 75/M/IND/PER/7/2010 yang terdiri dari:
1. Area Usaha lokasi pengolahan. Terletak di kawasan yang memiliki akses jalan yang sederhana, kerangka jalan yang memadai, jauh dari pemukiman, bebas dari pencemaran dan memiliki lorong dan jalan keluar yang terpisah.
2. Bangunan. Pengembangan, perencanaan, desain dan bahan mentah dilakukan dengan mempertimbangkan persyaratan nilai dan prosedur penataan struktur yang sesuai seperti yang ditunjukkan oleh jenis barang.
3. Hasil akhir. Hasil akhirnya melewati tes sintetis, fisik dan mikrobiologis sebelum dipromosikan produk.
4. Peralatan pengolahan. Peralatan yang digunakan dalam penanganan harus memenuhi pedoman khusus, kualitas dan steril, misalnya, tidak berbahaya, tahan karat, padat, tidak menahan air, tidak mengelupas, mudah dirawat, bersih, dan disinfeksi.
5. Bahan produksi. Komponen bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan untuk mengirimkan barang harus sesuai dengan prinsip kualitas yang relevan dan tidak membahayakan atau merugikan Kesehatan bagi konsumen.
6. Kebersihan karyawan. Semua pekerja yang terkait dengan siklus penciptaan menjalani pemeriksaan rutin, tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam kecenderungan yang berpotensi meningkatkan pencemaran barang, misalnya, bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama proses produksi berlangsung.
7. Pengendalian penanganan. Pengendalian sistem penanganan dilakukan dengan memeriksa aliran siklus secara berkala, melaksanakan SSOP di setiap perkembangan serta penilaian sesekali terhadap bahan mentah yang dilengkapi dengan uji organoleptik, fisik, sintetik dan alami.
8. Sarana sanitasi. Sarana sanitasi yang digunakan harus memenuhi persyaratan kualitas yang sesuai, misalnya, memiliki kantor air bersih yang memadai, berbagai saluran untuk proses sterilisasi dan pembuatan, air yang digunakan untuk interaksi pembuatan sesuai dengan persyaratan kualitas air minum dan intermiten mengawasi kantor desinfeksi.
9. Label. label yang tertera pada bungkusan harus sesuai dengan keadaan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang strategi penandaan pangan kemasan pada olahan pangan.
10. Keterangan produk. Keterangan produk yang tertera dalam kemasan harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa.
11. Penyimpanan. Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara kedua bahan tersebut.
12. Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi. Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara mencegah masuknya binatang/hama (tikus, serangga, burung dan kecoa).
13. Laboratorium. Perusahaan/usaha yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
14. Kemasan. Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya tidak bersifat toksik dan tidak mencemari atau mengkontaminasi produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen
15. Transportasi. Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi dan terlindungi dari kerusakan.
16. Pelatihan, Pelatihan dan pembinaan merupakan hal penting bagi industri pengolahan pangan dalam melaksanakan sistem higiene. 1) dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan kepada petugas pengolahan; 2) faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan pangan olahan termasuk yang mendukung pertumbuhan jasad renik patogen dan pembusuk.
17. Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran/ pasaran. Ini dilakukan apabila produk tersebut diduga menjadi penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan.
18. Pelaksanaan pedoman, pelaku usaha/perusahaan seharusnya mendokumentasikan operasionalisasi GMP.
DAFTAR PUSTAKA:
Zulhasmi, 2021. Penerapan Good Manufacturing Practice (Gmp) Sebagai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Dan Keamanan Produk Olahan Peternakan. Diakses Pada Http://Disnak.Sumbarprov.Go.Id/Info/Detil/99/Penerapan-Good-Manufacturing-Practice-(Gmp)-Sebagai-Strategi-Dalam-Peningkatan-Mutu-Dan-Keamanan-Produk-Olahan-Peternakan-.Html. Pada Tanggal 7 April 2022.
Pinandoyo Bayu Dimas, dan Masnar Asriadi, 2019. Penerapan GMP pada UKM Keripik SEMAT (Sehat dan Nikmat). Agriculture Technology Journal Volume 2, No 2, Oktober 2019 P-ISSN: 2614-1140, E-ISSN: 2614-2848
0 Komentar